السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إخوة استاذ حذري البنداني

TINTA TARBAWI: CATATAN : PESAN PARA ULAMA SILAM
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ , الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَن
وَالَاهُ
Berkata Imam Al-Syafii, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitab Al-Faqih wa Al-Mutafaqqih [1/59]:
لَا يَحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يُفْتِيَ فِي دِينِ اللَّهِ إلَّا رَجُلًا عَارِفًا بِكِتَابِ اللَّهِ بِنَاسِخِهِ وَمَنْسُوخِهِ ، وَمُحْكَمِهِ وَمُتَشَابِهِهِ ، وَتَأْوِيلِهِ وَتَنْزِيلِهِ ، وَمَكِّيِّهِ وَمَدَنِيِّهِ ، وَمَا أُرِيدَ بِهِ ، وَيَكُونُ بَعْدَ ذَلِكَ بَصِيرًا بِحَدِيثِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَبِالنَّاسِخِ وَالْمَنْسُوخِ ، وَيَعْرِفُ مِنْ الْحَدِيثِ مِثْلَ مَا عَرَفَ مِنْ الْقُرْآنِ ، وَيَكُونُ بَصِيرًا بِاللُّغَةِ ، بَصِيرًا بِالشِّعْرِ وَمَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ لِلسُّنَّةِ وَالْقُرْآنِ ، وَيَسْتَعْمِلُ هَذَا مَعَ الْإِنْصَافِ ، وَيَكُونُ بَعْدَ هَذَا مُشْرِفًا عَلَى اخْتِلَافِ أَهْلِ الْأَمْصَارِ ، وَتَكُونُ لَهُ قَرِيحَةٌ بَعْدَ هَذَا ، فَإِذَا كَانَ هَكَذَا فَلَهُ أَنْ يَتَكَلَّمَ وَيُفْتِيَ فِي الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ ، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ هَكَذَا فَلَيْسَ لَهُ أَنْ يُفْتِيَ .
“Tidak halal bagi seseorang berfatwa di dalam agama Allah kecuali seseorang yang mengusai Kitab Allah; nasikh dan mansukhnya, muhkam dan mutasyabihnya, takwilnya dan tanzilnya, makki dan madaninya, dan apa yang dimaksudkan dengannya. Setelah itu, ia juga wajib menguasai hadis Rasulullah Saw, [hadis] nasikh dan mansukhnya, dan ia menguasai hadis sepertimana ia menguasai Al-Qurán. Ia juga mesti menguasai ilmu bahasa, menguasai syair-syair Arab yang diperlukan dalam [memahami Al-qurán dan sunnah], dan menggunakan ilmu ini dengan penuh keinsafan. Setelah itu, ia juga mesti mengetahui ikhtilaf para ulama dari berbagai negeri, ia juga harus memiliki tajam pemikiran. Apabila orang itu seperti ini, maka dipersilakan untuk berbicara dan berfatwa di dalam perkara halal dan haram. Jika tidak seperti itu, maka tidak boleh bagi
nya berfatwa.”
Catatan :
Amat banyak penguasaan ilmu yang wajib dikuasai oleh seorang pemberi fatwa. .. Tanpa semua ilmu tersebut, kita mungkin boleh mendapat markah tinggi dalam mata pelajaran fiqh, bahkan meraih Doktor Falsafah dari Universiti Timur dan Barat, namun ia bukan jaminan bahawa kita sudah menjadi seorang faqih yang boleh berfatwa..apatah lagi meraih gelaran mujtahid tentu lebih jauh lagi...
Kesimpulannya :
Lebih selamat kita menjadi NAQIL dari menjadi MUFTI ...
" biar mengerti. .baru hidup lebih bererti"..
Ya Allah kami memohon rahmat dan perhatian-Mu, anugerahkanlah iman
yang teguh, hati yang suci, akhlak yang luhur dan kehidupan yang
sakinah. Kuatkanlah kami dengan iman dan yaqin, taqwa dan taat ,agar
kami tergolong dari kalangan hamba-hamba-Mu yang diredhai dunia dan
akhirat…anugerahkan kami keberkatan ilmu... amen.
وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلَّمَ, والْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ , والعفو منكم
أخوكم محمد حذري هاشم البنداني