Membaca biografi orang-orang hebat dalam sejarah hebat Islam, dari kalangan Ulama dan Khalifah, kita akan menemukan masa kecil mereka yang begitu dekat dengan Al-Quran. Para Khalifah, mereka memiliki guru khusus yang membimbing mereka tentang Al-Quran, sedangkan para Ulama', mereka telah menghafal Al-Quran sebelum usia baligh. Bersama Al-Quran mereka terdidik dan bersama Al-Quran karekter mereka terbentuk. Tentu sahaja hal ini tidak terlepas dari peranan orang tua yang mendorong, membimbing, dan mengarahkan anak-anak mereka untuk bersemangat menghafal Al-Quran.

Begitu pula kisah berikut ini, seorang anak kecil berhasil menghafal Al-Quran kerana peranan dan perhatian kedua orang tuanya, khusus ibunya. Anak tersebut bernama Jihad Al-Maliki, tinggal di Kota Madinah, Arab Saudi. Jihad berhasil menghafal 30 Juzu Al-Quran saat berusia tujuh tahun. Si ibu sering membacakan Al-Quran kepada Jihad saat ia berada di dalam kandungan hingga ia menginjak usia 5 tahun.

Istimewanya hafalan Al-Quran oleh Jihad, ia memiliki sanad bacaan yang sampai kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, hafal nombor-nombor ayatnya, serta sinonim-sinonim kata di Surah yang satu dengan Surah yang lainnya, padahal ia dilahirkan dalam keadaan buta.



Jihad mula menghafal Al-Quran saat usia 5 tahun dengan cara mendengarkan tilawah Al-Quran lewat siaran radio. Tujuh juzu pertama ia hafal di Riyadh bersama gurunya Syeikh Mizan, lalu ia pindah ke Madinah dan menghafal 23 juzu tersisa di bawah bimbingan kedua orang tuanya. Jihad membiasakan diri mengulang-ulang ayat dan surah yang hendak ia hafal, lalu membacakannya dengan koreksi kedua orang tuanya. Hal itu ia lakukan setiap hari. Awalnya, ia menghafal setengah halaman setiap hari, setelah mulai terbiasa, ia mampu menghafal satu hingga dua halaman setiap hari. Dua tahun menghafal Al-Quran, akhirnya Jihad mendapat taufik dari Allah menghafal Al-Quran secara sempurna.

Setelah berhasil menaruh 30 juzu Al-Quran di dalam dadanya, Jihad tetap bersungguh-sungguh menjaga hafalannya agar semakin kokoh dan kuat. Setiap hari ia mengulang-ulang 3 hingga 5 juzu hafalannya. Ia juga belajar di Dar Al-Furqan, sekolah penghafal Al-Quran dan mempelajari kandungannya.

Saat ini, di usia 11 tahun, Jihad sudah mendapatkan sanad (pengakuan riwayat pembacaan Al-Quran) Hafs, sanad matan ilmu tajwid Al-Jazariyah dan Tuhfatu Al-Athfal. Jihad sangat berbahagia dengan pencapaiannya ini dan orang tuanya pun merasa bangga kepadanya.

Ketika ditanya, apakah dia merasa sedih kerana tidak boleh melihat (buta). Jihad menjawap. "Aku tidak merasa sedih, memang aku tidak dapat mendapatkan nikmat melihat, tapi Allah memberiku kenikmatan pandangan hati (ilmu). Kenikmatan ini harus disyukuri. Aku mensyukuri nikmat ini dengan menghafal Al-Quran dan juga berusaha mengamalkannya."

Saat sudah dewasa kelak, Jihad bercita-cita menjadi Imam Al-Haramain, menjadi Imam Masjid Nabawi atau Masjid Al-Haram dan juga menjadi seorang Ulama yang mengetahui keagungan Allah. Semoga Allah memberi taufik kepadamu wahai Jihad.

Mudah-mudahan kisah Jihad Al-Maliki ini memberi inspirasi kepada kita untuk membimbing diri kita serta anak-anak kita menjadi penghafal Al-Quran, membiasakan mereka mendengar tilawah kalamullah bukan lagu-lagu yang membuat hati terlena, lalai dari mengingat Allah. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua, insyaAllah.

Pelajaran :


  • Hendaknya orang tua memiliki perhatian yang besar terhadap anak-anaknya dalam menghafal Al-Quran
  • Orang tua membiasakan anak-anak mendengar murattal Al-Quran bukan mendengarkan lagu-lagu.
  • Memilih wanita solehah sebagai calon ibu untuk anak-anak, kerana seorang ibu memiliki waktu yang lebih banyak bersama anak-anaknya, isteri atau ibi yang solehah akan mendidik anak-anaknya dengan Al-Quran. Ingat, wanita solehah adalah untuk lelaki yang soleh.
  • Seseorang mengatakan, "Yang lebih penting itu mengamalkan Al-Quran, bukan menghafalnya." Kita jawab, Al-Quran itu penyuci jiwa, semakin banyak seseorang itu berinteraksi dengan Al-Quran, insyaAllah semakin baik keadaannya. Al-Quran adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada ahli maksiat. Buktinya para Ulama Islam, mereka menghafal Al-Quran dan mereka juga orang yang mengamalkan dan mendakwahkannya.
  • Banyak orang yang diberikan nikmat basyar (pandangan) tetapi tidak diberikan nikmar basyirah (ilmu).


Kisah ini ditranskrip dari program Musafir Ma'a Al-Quran (Travel With Al-Quran) oleh Syeikh Fahd Al-Kandari tatkala beliau berkunjung ke Kota Madinah.

Sumber Asal : http://www.nurqolbu.net/2014/03/jiha...ak-5tahun.html